Pemblokiran Media Massa
Assalamualaikum,Anyeong Yorobun, Jonenun Chidory Ibnida. and Iam Back.
Haloo sahabat pembaca, Di postingan kali ini chidory ingin berbagi tentang tugas kuliah. jadi tugas ini adalah tugas essay politik. selamat membaca yah.
PEMBLOKIRAN
MEDIA MASSA
ABSTRAK
Media sosial
bukan hal yang baru bagi masyarakat, belakangan sering terjadi pemblokiran
media massa oleh beberapa negara dengan alasan tertentu. Inilah yang coba di
bahas oleh penulis. Dalam tulisan ini akan di bahas alasan pemerintah memblokir
media sosial. Data yang di peroleh yaitu dari laman-laman web media berita.
ILMU POLITIK SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
Beberapa kalangan mungkin bertanya,
apakah politik merupakan ilmu pengetahuan ? Atau mungkin mengapa bisa ilmu politik bisa di sebut ilmu ? Pada dasarnya
ilmu politik merupakan ilmu sosial yang membicarakan manusia sebagai invidu
maupun kelompok. Ilmu pengetuan merupakan tantangan untuk menguji hipotesis
melalui eskperimen yang dapat di lakukan dalam keadaan terkontrol seperti
laboratorim. Kemudian berdasarkan
penelitian itulah di temukan berbagai hukum maupun cara untuk dapat di uji
kebenarannya.
Dari definisi di atas, ilmu politik
belum memenuhi syarat sebagai ilmu, namun dengan sejarah yang tercipta seperti
yang di jelaskan dalam buku ”Dasar-dasar ilmu politik” Miriam Budiardjo,
sarjana-sarjana ilmu politik menciptakan pendekatan-pendekatan di ciptakan
untuk mengetahui masalah sosial yang ada dalam masyarakat seperti halnya
ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu politik menekankan penelitian tentang nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat.
Pada tahap awal studi ilmu politik lebih
fokus pada kajian-kajian lembaga formal negara yang berkaitan dengan publik.
Kemudian dalam perkembangannya, hal mengenai publik dan semua dinamikanya tidak
dapat hanya di pahami dengan pendekatan negara namun juga harus memasukkan
masyarakat dan pasar di dalamnya sebagai sisi yang juga ikut mempengaruhi
adanya pengambilan keputuan. Pergeseran ini utamanya terkait ontologi keilmuan.
Dengan demikian pada dasarnya ontologi
kajian pemerintahan telah mengalami pergeseran dari Goverment ke Governance.
Dalam hal ini di anggap sebagai penguatan institusi masyarakat dan pasar untuk
mengimbangi kuatnya dominasu negara yang di anggap telah jatuh dalam usaha
pembangunan.
Kemudian epistimologi atau teori
pengetahuan merupakan salah satu aspek yang menyusun sebuah ilmu. Epistimologi
berbicara bagaimana sebuah ilmu bisa mendapat metode hingga menjadi sebuah ilmu
pengetahuan.
Karena ilmu politik berkembang melalui
pendekatan, ilmu politik memiliki epistimologinya tersendiri. Epistimologi
secara sederhana adalah bagaimana suatu ilmu dapat di bangun. Dalam hal ini
epistomologi sering diebut konsep pendekatan. Arti dari pendekatan itu sendiri
adalah dari sisi mana suatu masalah itu di lihat. Dalam sejarah sarjana-sarjana
ilmu politik di kenal istilah pendekatan Bihevioral kemudian terus berkembang
hingga lahir pendekatan-pendekatan selanjutnya. Pendekatan yang di maksud akan
di bahas pada sub bab selanjutnya.
Setelah epistimologi, ada aksiologi yang
termasuk dalam metode hingga suatu bahasan dapat di sebut sebagai ilmu. Secara
sederhana aksiologi dapat di artikan sebagai tujuan dari ilmu itu sendiri
hingga harus menjadi sebuah ilmu. Aksiologi membahas bagaimana ilmu itu di
manfaatkan.
Aksiologi dari ilmu politik sebagai ilmu
pengetahuan adalah bagaimana peran ilmuwan serta para alumni ilmu politik bagi
masyarakat. Para ilmuan dan pelajar dari ilmu politik di tuntut untuk mampu
menganalisa fenomena politik yang terjadi dalam masyarakat hingga di harap
mampu berpartisipasi secara aktiv serta mampu menyelesaikan masalah yang ada
dalam masyarakat.
PENDEKATAN RATIONAL CHOICE
Boudon (2009) mnegatakan bahwa teori
pilihan sosial menekankan pentingnya kata “rational". Dimana di jelaskan
bahwa setiap orang atau kelompok akan memilih dengan sangat menguntungkan bagi
diri sendiri. Pada perkembangan munculnya pendekatan raional choice adalah
adanya revolusi bihaviral di Amerika pada 1950an hingga 1960an dan bersumber
dari metodolgi ilmu ekonomi.
Karena lahir dari metodologi ilmu
politik teori ini kemudian di anggap melahirkan disiplin ilmu ekonomi-politik.
Namun ketika berbicara sosial , intisari dari rational choice adalah bahwa
ketika di hadapkan pada beberapa jenis tindakan, orang biasanya melakukan apa
yang mereka yakini berkemungkinan mempunyai hasil yang terbaik (Elster
1998:22). Dalam
buku terjemahan ”Theory and Methods in
Politcal Science” karya Davin dan
Gerry menjelaskan bahwa rational choice merupakan sebuah perangkat yang sangat
penting dalam penelitian suatu masalah dalam masyarakat. Namun dalam kajiannya
ratonal choice belum tentu dapat berdiri sndiri tanpa melihat perspektif lain.
Perspektif lain ini di perlukan untuk menjelaskan mengapa invidu memiliki
kepentingan, bagamana distribusinya, kekuasaannya dan bagaimana peran sebuah
batas tindakan.
Seperti yaang di jelaskan di awal bahwa
pendekatan ini muncul sebagai revolusi behavioral ilmu politik tahun 1950an
hingga 1960 an di Amerika. Para ilmuwan ilmu politik pada zaman itu menelitik
bagaimana perilaku invidu dengan metode empiris. Para pengkiat behavioral
bersumber dari sosiologi. Hal ini sangat dominan terhadap ilmu politik.
Kemudian Rational Choice yang sumbernya dari metodologi ilmu ekonomi.
Menurut beberapa sumber, seperti di
jelaskan dalam buku karya David dan Gerry menjelaskan bahwa ratinal choice telah
berkembang dalam banyak arah. Seperti contoh yang di berikan adalah mengapa
manusia selalu merusak linkungan padahal telah di ketahui bersama bahwa sikap
itu merupakan anti sosial ? jawaban yang dapat di terima akal adalah dengan
mengubahnya belum tentu mendatangkan dampak yang cukup baik. Akibatnya hal itu
hanya akan mengarah pada kerugian. Hal ini di bantah oleh pendekatan pluralis
dan marxis yang cenderung bersifat kepentingan bersama.
Pada rational choice di kenal istilah
Game Theory, istilah ini memiliki arti mengatasi situasi ketika pilihan
strategi orang lain akan mempengaruhi pilihan terbaik anda, dan begitupun
sebaliknya. Teori ini telah banyak di
gunakan di dunia internasional.
Sub-teori pilihan sosial berkembang
ketika pakar ekonomi bertanya apakah bisa di temukan sesuatu cara yang
memuaskan dan cukup demokratis untuk mengumpulkan preferensi warga negara
secara perorangan untuk sampai pada peringkat sosial alternatif.
Teori sosial ini mengatakan bahwa
pengaruh intervensi pemerintah kepada perbaikan pasar yang demokratis banyak
menciptakan persoalan baru. Terlalu banyaknya persoalan ini di karenakan
kepentingan para birokrat dalam manipulasi dana yang nantinya merugikan warga.
Olehnya teori pilhan publik ini adalah
adanya pembatasan konstitusional terhadap ukuran dan otonomi negara. Kini teori
pilihan rasional banyak di gunakan oleh para pemikir politik untuk menjelaskan
fenomena politik.
Berbicara tentang kebijaka dan teori
ini, di Indonesia pengaruh aktor elite dalam proses pembuatan kebijakan
sangatlah kental. Aktor ini berasal dari banyak lembaga negara yang begitu
berpengaruh seperti legislatif dan eksekutf ataupun partai politik.
Wright Mills dalam bukunya “The power of
Elite” yang di kutip dalam sebuah blog Online berjudul “Rational Choice”
mengatakan bahwa menurut perspektiv teori elite, kebijaksaan dari kebijakan
publi dapat di pandang sebagai sebagai nilai-nilai dan pilhan-pilihan dari
elite yang memerintah. Argumentasi ini memberi arti bahwa elite bukan rakyat
yang menentukan kebijaksanaan melalui tuntutan dan tindakan mereka tapi elite
merupakan mereka yang memerintah dan di laksanakan oleh badan-badan pemerintah.
Menurut Grindle dan Thomas, dalam
pembuatan kebijakan ada 4 jenis pertimbangan yaitu pertama, saran-saran dari
ahli internasional. Kedua, adanya implikasi birokratik berupa imbalan posisi
dalam suatu unit. Ketiga, adanya dukungan politik dari beberapa aktor elite
dari sebuah lembaga. Contohnya dukungan dari lembaga militer. Ke empat, adanya
dukungan internasional yang mempengaruhi akses pendanaan. Aktor-aktor elite
merupakan kunci dari kebijakan yang akan di pilih.
Kebijakan kadang bertentangan pada yang
seharusnya. Jika itu terjadi maka kebijakan publik yang mempertentangkan
kebutuhan akan demokratisasi dan kepentingan birokrasi menjadi catatan buruk.
Oleh karena itu, teori pilihan sosial seringkali hanya mencerminkan kepentingan
pribadi dan golongan tanpa di imbangi kepentingan masyarakat yang dalam
hitungan pilihan rational di anggap sebagai bentuk yang bermanfaat.
Pendekatan ini yang coba di gunakan
penulis dalam penelitiannya mengenai suatu fenomena yang terjadi beberapa waktu
yang lalu yaitu adanya kebijakan pemblokiran media sosial. Penulis akan mencoba
mencari dari sisi rasional pemerintah terhadap kebijakan ini.
PEMBLOKIRAN MEDIA SOSIAL
Indonesia beberapa waktu yang lalu di
hadapkan pada situasi rumit dimanaa beberapa media sosial di blokir sementara
oleh pemerintah. Indonesia merupakan negara yang akses internet yang tidak
begitu di batasi pemakaiannya. Adapun media sosial tersebut adalah Whatsapp,
Facebook dan Instagram.
Selain Indonesia, pemblokiran media
sosial telah terjadi di beberapa negara di dunia. Di lansir dari atikel CNBC
Indonesia, China merupakan negara paling aktiv dalam memblokir situs-situs
terbesar dunia, negara ini hanya membolehkan situs yang di akses oleh warganya
adalah situs dalam negeri saja itupun dalam keadaan yang begitu ketat.
Republik Kongo,Chad dan Uganda melakukan
blokir terhadap media sosial karena pemilu tengah berlansung. Pemblokiran ini
di lakukan karena di khwatirkan beredarnya informasi palsu terkait hasil
pemilu.
Beda hal dengan negara dari benua Afrika
tersebut, Sri Langka memblokir akses facebook dan Whatsapp beberapa waktu yang
lalu tepatnya senin (13/05/2019) karena munculnya sebuah postingan yang memicu
sebuah kerusuhan anti muslim di beberapa kota.
Alasan Sri Langka terkait kerusuhan
hampir mirip dengan asumsi yang berkembang di Indonesia beberapa waktu yang
lalu. 22 Mei 2019 pemblokiran media sosial di Indonesia karena di khawatirkan
beredarnya berita hoax. Pada tanggal itu juga terjadi aksi massa di beberapa
tempat di Jakarta terkait hasil pemilu yang hingga kini menjadi sengketa di
mahkamah agung.
Pemanfaatan media sosial mesti di
barengi dengan kesadaran digital yang memadai agar tidakmemunculkan dampak
desktruktif yang dapat memporak-porandakan tatanan kehidupan bangsa dan negara.
Pada tangga 22 Mei 2019 kemarin pemerintah mengambil kebijakan pemblokiran
terhadap akses media sosial. Hal ini membuat respon yang beragam dari masyarakat. Ada yang setuju
maupun tidak.
Di lansir dari Detik.com yang setuju
terhadap kebijakan ini dapat memahami kondisi yang terjadi dengan adanya
kerusuhan. Mereka berpendapat bahwa hal ini untuk mengurangi kerusuhan yang
lebih besar lagi. Namun mereka yang setuju menilai langkah ini merupakan
pelanggaran HAM dengan alasan hak untuk berdemokrasi sedang di halangi.
Kondisi Indonesia saat ini menduduki
peringkat ke 6 sebagai negara dengan jumlah pegguna internet terbanyak setelah
Jepang,Brazil,India,Amerika,dan China. Jumlah pengguna internet di Indonesia di
perkirakan mencapai 171,71 juta jiwa atau 64,8% dari jumlah total penduduk.
Namun jumlah pengguna yang begitu banyak
di sertai dengan perilaku produktiv oleh masyarakat. Menurut survei Asosiasi
Penyelenggara jasa Intenet (APJII) sebesar 89,35% pengguna internet di Indonesia
hanya untuk mengakses aplikasi percakapan.
Tak dapat di pungkiri keberadaan media
sosial membawa banyak manfaat bagi penggunanya. Utamanya bagi para pengusaha,
media sosial di gunakan sebagai pasar atau lahan iklan mereka. Namun seiring
semakin janggihnya teknologi media sosial di gunakan untuk menyebar hal yang
mengganggu keamanan negara. Seperti ujaran kebencian, penghasutan, penghinaan
dan lain sebagainya. Hal ini menimbulkan begitu banyak fenomena di kalangan
masyarakat. Banyak yang berpendapat bahwa seorang yang mempunyai jabatan kini
tidak lagi berwibawa di sebabkan internet. Walaupun kini meluasnya penggunaan
internet ini telah di barengi dengan UU yang di buat pemerintah bukan berarti
hal seperti ini berhenti terjadi.
Seorang bloger bernama Djoko Subinarto,
dalam blognya menjelaskan bahwa generasi muda merupakan pengguna jasa internet
terbanyak saat ini dan yang akan datang. Generasi ini di harapkan mampu
menggunakan internet lebih cerdas. Untuk menggapai hal tersebut perlu adanya
upaya untuk membangun dan menanamkan kesadaran digital. Menurutnya tindakan
memblok akses layanan media sosial demi mencegah munculnya kabar hoax dan
provokasi tidak di butuhkan tatkala warga negara memiliki kesadaran digital.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, alasan
apa yang membuat pemerintah harus
memblokir akses media sosial. Tepat tanggal 22 Mei yang lalu, terjadi kerusuhan
di akibatkan oleh penetapan presiden oleh KPU yang menyebabkan salah satu
paslon presiden menolak hasil tersebut. Di hari yang sama beberapa akses media
sosial mengalami DOWN. Di siaran TV CNN breaking news di tanggal yang sama.
Rudiantara dari Menteri komuniksi dan Informatika menjelaskan bahwa media
sosial bukan di blokir namun di batasi dan bertahap.
“pembatasan di lakukan terhadap platform
media sosial fitur-fitur media sosial, tidak semuanya dan messanging system .
kita tahu modusnya adalah posting di media sosial facebook, instagram dalam
bentuk foto,video, meme. Kemudian screen capture di ambil viralnya bukan di
media sosial namun di messanging system whatsapp . nah jadi teman-teman akan
mengalami kelambatan kalau teman-teman mendownload atau upload video dan foto.
Kenapa ? karena viralnya yang negatif ada di sana. Tapi sekali lagi ini hanya
sementara dan bertahap.”
Di lansir dari laman web Kominfo ,
menjelaskan penyebab pemerintah blokir situs tertentu karena terjadinya Phising. Phising adalah adanya upaya
untuk memperoleh informasi pribadi seperti data-data pribadi dengan menyamar
menjadi orang lain melalui sebuah email. Alasan selanjutnya adalah adanya
konten SARA. Dalam web tersebut juga menjelaskan tujuan dari pemblokiran juga
bisa di sebabkan karena penyebaran isu radikalisme.
Fenomen 22 mei kemarin yang menyebabkan
kerusuhan secara tidak lansung bisa di katakan sebagai penyebab di blokirnya
beberapa akses layanan internet. Alasan pemerintah untuk meredam penyebaran
hoax secara rasional memang akan menjaga stabilisasi negara karena tidak ada
yang tahu akibat dari kerusuhan terdebut jika tidak adanya pembatasan media
sosial ini. Sebuah kebijakan tentunya selalu ada pertimbangan. Walaupun
beberapa pihak merasa di rugikan atas kebijakan ini namun untuk mencegah
sesuatu mudarat yang panjang maka kebijakan ini bisa di sebut baik.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo,Miriam.2008 Dasar-dasar Ilmu Politik.Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama
Dwi, Rajif . Dasar Ontologi Epistimologi Aksiologi Ilmu Politk. Jurnal PDF
Wikipedia Ilmu Politik di kutip senin 24 Juni 2019
Septinia, Eka 2012 Teori Pilihan Rasional di kutip Selasa 25 Juni 2019
Marsh,David 2010 Teori dan Metode Ilmu Politik Bandung. Nusa Media
Tsubinarto,Joko 2019 Pembatasan akses Media Sosial di kutip
selasa 25 Juni 2019
https:m.detik.com//news//kolom//d-4561974/pembatasan-akses-media-sosial
Banjarnahor,Donal 2019 Tak Cuma RI,Negara ini juga pernah blokir
medsos di kutip selasa 25 Juni 2019 https://www.cnbcindonesia.com
Indonesia,CNN 2019 Kominfo imbau masyarakat tak sebar konten kerusuhan 22 Mei di kutip
selasa 25 Juni 2019 https://m.cnnindonedia.com
Wartakota, 2019 penyebab pembatasab whatsapp dan medsos di sidang MK di kutip 25
Juni 2019 https://wartakota.tribunews.com
Yovita, 2017 Alasan Pemerintah Blokir Situs Tertentu di kutip 25 Juni 2019
https://www.kominfo.go.id
makasih infonya
ReplyDeleteLengkap padat infonya, untung sekarang wa sama FB nggak diblokir selamanya
ReplyDeleteCakep artikelnya
ReplyDeleteSemangat chidory 😁
ReplyDeleteMantap sukses selalu 👍
ReplyDelete